Dalam seri ini kita melihat tokoh-tokoh sejarah Tiongkok masa lalu yang memiliki "padanan" Baratnya yang jelas.
Dua pejuang wanita dahulu kala yang terlintas dalam pikiran adalah Mulan dari Tiongkok dan Joan of Arc dari Prancis. Kedua wanita ini terkenal tidak hanya karena keberanian mereka dalam berperang, tetapi juga karena berpegang pada nilai dan kepercayaan mereka. Meskipun memiliki kesamaan yang jelas, keduanya juga sangat berbeda.
Mari kita mulai dari Mulan.
Kartun dan film saat ini telah menjadikan Mulan sebuah nama yang dikenal luas di Barat. Namun di Timur, orang-orang telah menceritakan kembali kisahnya selama hampir dua ribu tahun.
Meskipun tanggal pasti kelahirannya tidak diketahui, kampung halamannya diperdebatkan, dan berbagai adaptasi ceritanya telah muncul sepanjang dinasti, Mulan tampaknya memang ada. Dia paling sering dikenal sebagai Hua Mulan. Nama keluarga Hua berarti “bunga,” dan berpasangan secara artistik dengan nama belakangnya, yang berarti “magnolia.”
Kisahnya, diabadikan dalam Balada Mulan yang ditulis saat Dinasti Wei Utara antara abad keempat dan keenam, menceritakan versi paling populer. Saat itu Tiongkok sedang berperang melawan negara bagian Rouran di Mongolia, setiap keluarga menerima pemberitahuan wajib militer. Tapi ayah Mulan yang sudah tua tidak siap berperang. Putra satu-satunya, saudara laki-laki Mulan, masih kecil. Karena rasa bakti, Mulan memotong rambutnya, mengenakan baju besi ayah, dan pergi menggantikannya.
Di medan perang, Mulan cerdas, berani, dan sukses. Sementara itu, dia berhasil merahasiakan jenis kelaminnya dari rekan-rekan seperjuangannya. Dua belas tahun kemudian, para prajurit kembali dengan kemenangan. Kaisar sangat terkesan mengetahui kehebatan Mulan di medan perang, dan ingin "dia" untuk melayani sebagai pejabat di istana kekaisaran. Mulan dengan halus menolak, hanya meminta kuda gesit untuk membawanya pulang agar dia bisa merawat orang tuanya yang sudah lanjut usia.
Sementara itu, terpisah oleh lautan dan berabad-abad kemudian, Joan of Arc mengambil tempatnya di medan perang, memimpin tentara menuju kemenangan di Eropa selama Perang Seratus Tahun.
Seperti halnya Mulan, Joan of Arc (1412-1431) berasal dari keluarga biasa. Orangtuanya bertani di sebuah desa kecil di timur laut Prancis. Ibunya membesarkan Joan sebagai seorang Katolik yang taat. Sebagai seorang anak, Joan pada dasarnya baik, dan sering berpuasa, berdoa, dan berusaha keras untuk membantu mereka yang kurang beruntung.
Ketika dia berumur tiga belas tahun, Joan berkata dia mendengar malaikat, dan bahkan Tuhan, berbicara padanya. Melalui wahyu ini, dia mengetahui bahwa adalah misinya untuk membantu Prancis memenangkan perang melawan Inggris, mendapatkan kembali tanah yang hilang, dan membantu pangeran Prancis menjadi raja.
Awalnya, kebanyakan orang tidak mempercayai gadis petani itu. Tetapi karena keyakinannya yang tak tergoyahkan, dia menerobos semua penghalang, bertemu dengan putra mahkota, dan meyakinkannya untuk memberikannya kekuatan militer. Dalam pertempuran-pertempuran selanjutnya, dia memimpin tentara Prancis meraih beberapa kemenangan dan sangat meningkatkan semangat juang pasukan. Bagi banyak orang, dia bukan hanya seorang pemimpin militer, tetapi juga seorang pemimpin yang spiritual.
Pada akhirnya, Joan ditangkap saat berusaha membebaskan kota yang terkepung. Setelah berbulan-bulan diinterogasi, dia dijatuhi hukuman mati sebagai orang bidah dan dibakar di tiang pancang. Namun, setelah 20 tahun, nama Joan dipulihkan, dan empat abad kemudian Napoleon menjadikannya simbol nasional. Akhirnya, dia dimasukkan dalam daftar sebagai orang suci.
Mulan dan Joan of Arc mendaftar karena alasan yang sangat berbeda. Mulan didorong oleh tugas berbakti — prinsip pokok dalam masyarakat tradisional Tiongkok. Meski menyamar sebagai tentara bisa dihukum mati, dia mengambil risiko untuk menyelamatkan ayahnya. Dan sementara dia harus berhati-hati untuk menyembunyikan rahasianya, melampaui ekspetasi, dia masih berperang mempertahanan negaranya.
Adapun Joan, dia didorong oleh pengabdian spiritual. Terlepas dari keraguan semua orang, dia tetap teguh dalam imannya kepada Tuhan dan berkomitmen pada misi yang dipercayakan kepadanya. Dia bertahan, bahkan setelah dia ditangkap dan dianiaya, dan sampai ke saat-saat terakhirnya sebelum dia dilalap api.
Meskipun alasan Joan dan Mulan dalam memainkan pedang berbeda, aura yang mereka pancarkan dari tekad, keberanian, dan tidak mementingkan diri sendiri terasa sangat mirip. Dan masing-masing pejuang meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam sejarah, meskipun hanya satu yang menjadi karakter utama di panggung Shen Yun.